Oleh Elmiyana Garmawandi *)
SALAH satu tantangan penting yang dihadapi sekolah saat ini adalah bagaimana sekolah mengelola mutu, khususnya mutu pendidikan. Otonomi sekolah sebagai wujud desentralisasi pendidikan di sekolah, telah membawa angin segar bagi upaya partisifatif, demokratif dan kreatif warga sekolah untuk membangun dan menciptakan sesuatu yang berbeda secara efisien, inovatif dan kompetitif yang menjadikan sebuah sekolah berbeda dengan sekolah lain dalam layanan sebagai suatu proses bermutu.
Sekolah merupakan organisasi atau entitas yang menyelenggarakan dan menjual produk jasa layanan yang diberikan kepada konsumen (peserta didik, orang tua peserta didik, komite sekolah, warga masyarakat sekitar dan stakeholder pendidikan). Sebagai salah satu penghasil jasa layanan, sekolah menjadi sorotan dari konsumennya atas produk yang dihasilkan dan ditawarkan yang berujung kepada terciptanya kepuasan pelanggan, kepercayaan dan lahirnya loyalitas pelanggannya.
Menurut Slamet PH (2012), produk layanan jasa pendidikan yang merupakan sebuah sistem dalam menghasilkan output dan outcome dari serangkaian proses dari mengelola input untuk menjadikan atau menghasilkan produk jasa pendidikan dari sebuah atau beberapa organisasi atau institusi pendidikan. Sistem yang dibangun dari pelayanan jasa pendidikan meliputi pengelolaan input (berupa kurikulum, sarana dan prasarana, PTK, dana, regulasi, organisasi, administrasi, peran serta masyarakat dan kultur sekolah), proses (berupa proses kegiatan bermutu dengan sistem penilaian yang standar), output (berupa prestasi yang dicapai meliputi prestasi akademik, non akademik, angka mengulang dan angka putus sekolah), serta outcome (berupa sampai sejauhmana output memperoleh kesempatan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, diterima oleh pasar, serta kemampuan lulusan mengembangkan diri diluar, serta memunculkan imfact dari suatu proses yang dilakukan.
Sekolah dilihat dari kaca mata corporate, maka sekolah adalah suatu organisasi (entitas) produksi yang menghasilkan jasa pendidikan yang dibeli oleh para konsumen. Apabila sekolah sebagai produsen tidak bisa mampu memasarkan hasil produksinya, dalam hal ini jasa pendidikan, dikarenakan mutunya tidak dapat memuaskan, maka produksi jasa yang ditawarkan tidak akan laku. Dengan kata lain bahwa sekolah tidak bisa untuk memuaskan user education sesuai dengan need pasar, sehingga sekolah tersebut tidak akan laku dan terus eksis serta kemudian akan diabaikan oleh konsumennya.
Gambaran di atas mencerminkan, apakah pendidikan mampu menjual layanan jasa pendidikan sebagai produk bermutu kepada konsumennya, maka sistem penyelenggaraan pendidikan dengan manajemen pendidikan harus menyelenggarakan kegiatan bermutu agar mampu menghasilkan produk bermutu pula. Sukses layanan bermutu adalah tercapainya kepuasan konsumen yang secara abstrak atas serangkaian proses dan yang dilakukan sampai dengan mampu menghasilkan produk yang mampu bersaing dan mendapat pengakuan di luar organisasi. Konsep kepuasan, kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap sesuatu produk jasa pendidikan yang dihasilkan merupakan kunci dari layanan pendidikan bermutu.
Tranformasi sekolah di era kontemporer menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan komitmen bersama terhadap mutu pendidikan oleh komite sekolah, adminitrator, guru, staff, peserta didik dan orang tua dalam komunitas sekolah, serta stakeholder yang sangat berkepentingan atas tercapai dan terlaksananya mutu pendidikan. Upaya strategis yang dimulai dengan membangun mutu ternyata banyak “gagal”, yang dibuktikan dengan masih banyaknya sekolah yang kalah bersaing secara internal dan ekternal dalam penciptaan dan pencapaian mutu secara keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif dengan sekolah lain secara lokal maupun nasional. Persaingan produk akhirnya berujung kepada, bagaimana memasarkan produk jasa layanan pendidikan kepada konsumen dengan standar-standar jasa pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berfokus pada layanan jasa pendidikan berdasarkan permintaan konsumen, yang berujung kepada munculnya istilah “marketing” dalam layanan jasa pendidikan, yang kemudian harus mengacu kepada kegiatan komunikasi pemasaran yang efektif.
Komunikasi pemasaran dilakukan oleh pengelola sekolah untuk mengkomunikasikan pesan-pesan sekolah sesuai dengan yang dikehendaki pasar, dimana sekolah sebagai lembaga ilmiah sudah harus mengkomunikasikan lembaganya pada hal-hal yang ilmiah dengan cara melakukan publikasi prestasi melalui media independen serta membangun brand image-nya melalui sesuatu yang bisa diterima oleh pasar yang berbeda dengan sekolah lainnya. Komunikasi dibangun sebagai ajang promosi, atau sebagai bentuk iklan produk yang akan dijadikan pertimbangan oleh konsumen untuk menjadi rujukan, tujuan dan pilihan penggunaan oleh konsumen. Bentuk pemasaran yang efektif dalam pendidikan dapat juga dilakukan melalui dialog yang baik dan terus menerus dengan pelanggan. Pemasaran yang efektif adalah pemasaran yang dipilih oleh peserta didik untuk kepentingan mereka masing-masing. Konsekuensi dari kesuksesan pelajar adalah kesuksesan institusi pendidikannya.
Makna sekolah berkualitas bukanlah sekolah yang berhasil menamatkan peserta didiknya 100% ketika mengikuti Ujian Nasional (UN) sebagai bentuk output dari sistem penyelenggaraan pendidikan. Namun pada hakekatnya sekolah berkualitas merupakan serangkaian proses yang dilakukan oleh sekolah sebagai suatu sistem dalam melakukan penyelenggaraan pendidikan kepada peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan sehingga menghasilkan output yang baik, dan outcome yang diterima oleh pasar. Orientasi output, dengan mengabaikan sistem sebagai suatu alur kerja akan menghasilkan sesuatu yang stagnan, sesaat, dan tidak akan mampu bersaing dalam jangka panjang, maka sekolah berkualitas merupakah sebuah organisasi yang bekerja menggunakan pendekatan sistem yang berorientasi input, proses, output dan outcome melalui serangkaian kegiatan penjaminan dengan standar mutu sehingga menjadi produk yang dapat diterima dan dapat memuaskan pelanggan dan pasar sebagai konsumen, sehingga akan menghasilkan keuntungan sosial.
Membangun dan menciptakan sekolah sebagai pencitraan organisasi berkualitas harus dilakukan secara kontinyu yang dimulai dengan membangun image positife organisasi, sehingga segala bentuk kegiatan dan hasil yang dicapai akan mampu diterima dan dipercayai oleh pelanggan dan pasar, sehingga produk yang dihasilkan mendapatkan kerpercayaan serta jaminan dari konsumen sebagai pengguna produk yang dihasilkan.
Layanan produk dan jaminan produk merupakan sebuah upaya yang harus dibangun oleh organisasi pendidikan (sekolah) agar peserta didik dalam mengikuti proses pendidikan sebagai layanan pendidikan menjadi suatu proses kegiatan yang menyentuh, bermakna serta mampu dipercayai oleh konsumen yang diyakini akan mampu membangun kepercayaan atas hasil yang diinginkan. Membangun kepercayaan konsumen harus dimulai dari komitmen dan membangun kultur budaya organisasi atau budaya sekolah.
Budaya organisasi menjadi prasyarat penting yang harus dibangun oleh manajemen organisasi sehingga arah dan kinerja organisasi dapat berjalan sinergis dalam membangun visi dan misi organisasi yang dikelola berdasarkan manajemen organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer pendidikan yang kompeten, kapabel dan visioner, yang bukan berorientasi sesaat tetapi harus mengarah dan bersifat Sustainable Value-Creation (SVC).
--------------------
*) Elmiyana Garmawandi, adalah Guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Tanjungpandan
Kabupaten Belitung, Provinsi Kep. Bangka Belitung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar