BELITUNG OH
....(BELITUNG)
Oleh : Elmiyana Garmawandi
Kamis, 23
Maret 1999 tanggal yang sampai sekarang tidak pernah terhapus di memori saya
karena pada tanggal tersebut saya
memutuskan untuk berangkat ke sebuah pulau di timur Sumatera yang waktu itu
masih merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan.
Keberangkatan saya bersama suami pada
waktu itu sebenarnya kurang direstui oleh orang tua saya. karena mereka berpikir kepindahan
saya ke pulau ini akan menyulitkan mereka untuk berkomunikasi dan bertemu
dengan saya. Sebenarnya suami saya asli dari pulau ini, tetapi orang tua saya juga
tidak salah kalau mereka kurang merestui keberangkatan saya dan suami karena di tahun 1997 sebelum menikah
orang tua saya mengajukan syarat “setelah menikah saya tetap tinggal di Muara Enim dan sekitarnya
dan tidak boleh pindah ke pulau asal suami saya”, dan suami saya pun menyetujuinya.
Setelah
menikah 16 Nopember 1997,
saya dan suami tetap tinggal di desa kelahiran saya yaitu sebuah desa di
Kabupaten Muara Enim, desa ini pun sangat unik secara ekonomi kesejahteraan
masyarakatnya tidak bermasalah, di mana anak-anak
usia sekolah dari SMA sampai perguruan tinggi mereka mampu melanjutkan sekolah ke Ibukota Provinsi Sumatera Selatan yaitu
Palembang, tapi setelah menyelesaikan pendidikan tinggi
mereka sebagian besar memilih pulang ke desa. Mereka pulang ke desa bukan
bekerja sebagai karyawan atau pegawai tapi mereka bekerja sebagai petani (penyadap) karet yang
sebenarnya tidak perlu dilakukan oleh seorang sarjana, Tapi ya itulah kenyataannya
karena “nyadap” karet penghasilannya lebih
menjanjikan dibandingkan penghasilan/gaji sebagai PNS
atau karyawan swasta lainnya. Sehingga pegawai negeri didesaku banyak terisi
oleh orang-orang dari luar
daerah.
Saya
dan suami bercita-cita menjadi PNS.hanya dengan
bermodalkan ijazah Sarjana (S1). Suami ku menjadi seorang guru kontrak di salah satu
sekolah dan menjadi guru honorer di beberapa sekolah, sementara sayapun juga mengajar dibeberapa
sekolah sebagai guru honorer. Setiap tahun ada penerimaan PNS, tapi entahlah rasanya
susah setengah mati karena jangankan untuk menjadi PNS untuk menjadi guru
kontrak saja perjuangan seperti mungkin kalau zaman perang dulu seperti melawan
penjajah. Sulit sekali rasanya.sehingga saya dan suami memutuskan untuk “hijrah” meninggalkan kampung
halamanku yang unik dan banyak sekali meninggalkan catatan kenangan.(Kebetulan
pada saat kami sedang merencanakan proses kepindahan suami saya di terima
menjadi CPNS) menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah (SMP).
Diringi
air mata saya di antar oleh kedua orang tua saya sampai Pelabuhan Bom Baru Palembang, saya berangkat dengan
menggunakan Kapal Cepat Express Bahari
(transit) Palembang-Mentok-Pangkal Balam-Tanjungpandan.
Tanjungpandan waktu itu seperti kota yang baru mengalami krisis ekonomi berat, karena menurut
cerita suami saya dulunya Belitung tidak seperti ini, karena PT Timah baru saja
melakukan restrukturisasi sehingga kondisi Belitung seperti kota “bangkrut”. PT Timah tidak lagi beroperasi di Belitung,
memang terlihat dari bangunan-bangunan gedung megah dan kokoh, seperti gedung perkantoran, rumah sakit, kompleks perumahan
karyawan memperlihatkan bahwa sebelumnya pulau ini memang menjadi kota yang hebat dan luar biasa secara ekonomi dan produktivitas, dan
masyarakatnya sejahtera.
Awalnya
di Belitung saya tidak betah karena mungkin jauh dari keluarga terutama jauh dari
orang tua, (karena waktu itu teknologi tidak seperti sekarang, di mana kita bisa
berkomunikasi lewat YM, Skype atau sejenisnya) mungkin karena rindu keluarga
saya sakit-sakitan, sehingga sempat di tahun
2002 bersamaan dengan terbentuknya propinsi Kep. Bangka Belitung suami
saya mengusulkan pindah ke SUMSEL, untuk kembali
lagi ke daerah asal saya dan disetujui , di tahun 2003 SK mutasi sudah keluar dan
ditempatkan salah satu SMP Negeri yang ada di Kota Prabumulih. Anehnya setelah SK mutasi suami saya keluar justru
saya ragu mau pindah ke Prabumulih padahal sebelumnya saya begitu semangat ingin pindah dan keluar
Belitung. Entah mengapa? akhirnya saya yang minta suami saya supaya mutasinya
dibatalkan.
Ada
beberapa pertimbangan waktu itu mengapa saya ingin tetap di Belitung, pertama setelah
lepas dari SumSel pembangunannya sudah mulai digalakan sehingga saya berpikir
bahwa Belitung ini nantinya akan menjadi daerah yang maju, kedua lingkungannya
aman karena tindak criminal di sini
boleh dibilang tidak ada (aman), ketiga tinggal di pulau ini seperti tinggal
di pulau
dalam cerita dongeng karena sangat cantik, indah dikelilingi pantai yang masih alami dan
gugusan terumbu karang yang sangat menakjubkan, serta barisan batu granit yang
“SUBHANALLAH”, yang menurut cerita bebatuan itu termasuk dalam kelompok bebatuan granit terunik dan termegah ke 7 (tujuh) yang ada di seluruh dunia.
Seiring
waktu berjalan sudah 13 tahun lebih saya tinggal di pulau ini, pulau ini sudah
sangat banyak mengalami kemajuan, jalan-jalannya mulus dan tidak adalagi yang tidak beraspal walaupun
jalan dipedesaan sementara dikampungku jalannya masih banyak yang berlubang dan
tidak beraspal, setiap desa sudah dialiri listrik sementara di daerah lain
masih banyak yang belum dialiri listrik, gedung sekolah tidak ada lagi yang
tidak layak bahkan sekarang tidak ada lagi sekolah yang tidak memiliki
fasilitas internet sementara di daerah lain jangankan internet bangunan
sekolahnya saja masih banyak yang tidak layak, tidak memiliki meja kursi dan
sarana pendukung lainnya sementara disini cukup lumayanlah dibandingkan
daerah-daerah lain yang pernah saya jumpai dan pernah saya ketahui lewat
televisi. Intinya disini (Belitung) walaupun pulau tapi menyenangkan ditambah
lagi transportasi sangat mendukung. Kalau dulu pesawat susah mau keluar masuk
Belitung bahkan seminggu 1 kali tapi sekarang Tanjungpandan-Jakarta bahkan
sehari ada 6 kali penerbangan begitu juga Tanjungpandan –Palembang sehingga
untuk pulang ke kampung untuk bertemu orang tua tidak jadi masalah. Mungkin itu juga yang menyebabkan saya betah
tinggal di pulau ini.
Saat
ini saya tidak ada lagi keinginan untuk pindah dari pulau ini bersama suami
saya bekerja sebagai PNS di bidang pendidikan
baik formal maupun non formal. Sering teman-teman saya satu daerah bilang “dari pada
hujan emas dinegeri orang, lebih baik hujan batu dinegeri sendiri”, tapi bagi
saya ungkapan itu tidak berlaku. Itulah sedikit cerita alasan saya mengapa saya
masih tetap tinggal dan menetap di Belitung.
Tanjungpandan,
31 Agustus 2012
BalasHapusTerharu, sedih, gembira, dan alhamdulillah!
Sangat menginspirasi cerita Ibu Elmi, insya allah jannah bu 😥
BalasHapusSangat menginspirasi cerita Ibu Elmi, insya allah jannah bu 😥
BalasHapus